Rabu, 25 Juni 2008

Empire of Pagaruyung

Empire of Pagaruyung is an empire which stood, covers region west sumatera now and areas in vinicity. Name of this empire comes from the capital of, is residing in nagari Pagaruyung. This empire build by Adityawarman in the year 1347. Pagaruyung becomes Islam Sultanate around year of 1600-an. This empire collapse during Padri.
Empire of Pagaruyung build by a halfblooded of Minangkabau - Majapahit which so called Adityawarman, in the year 1347. Adityawarman is son from Adwayawarman and Dara Jingga, princess from empire Dharmasraya. He before all have ever been together Mahapatih Gajah Mada battles conquers Bali and Palembang.
Before this empire stands up, actually public in region Minangkabau has owned political system a kind of confederacy, which is instituting deliberation from various Nagari and Luhak. Seen from history kontinuity, Empire of Pagaruyung is a kind of change of administrate system as of eye for local public Tribe Minang.
Adityawarman initially having throne as subordinate king from Majapahit and subdues important areas in Sumatra, like Kuntu and Kampar which is peppercorn producer. But from news Tiongkok is known Pagaruyung to send courier to Tiongkok century a quarter then. Likely Adityawarman tries secedes from Majapahit. Possibility of Majapahit sends again expedition to put to rout Adityawarman. Legends Minangkabau notes awful encounter with Java army in area Padang Sibusuk. It is said the area is named that way because the many dead bodies which fall over there. According to the legend is Java army successfully is defeated.

Rabu, 11 Juni 2008

Kajian Tentang Ekonomi Dualistis di Indonesia

Konsep dualisme adalah perbedaan antara bangsa kaya dan miskin, perbedaan antara berbagai golongan masyarakat yang semakin meningkat.
Konsep dualisme mempunyai empat unsur pokok, yaitu :
1. Dua keadaan bersifat superior dan keadaan bersifat inferior yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama.
2. Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan yang berbeda bersifat kronis dan bukan tradisional.
3. Derajat superioritas dan inferioritas tidak menunjukkan kecenderungan yang menurut, bahkan terus meningkat.
4. Keterkaitan antar unsur berpengaruh kecil
Ø Dualisme tersebut dapat dibedakan antara lain :
1. Dualisme sosial
Seorang ekonom Belanda yaitu JH. Boeke, tentang sebab – sebab kegagalan dari kebijaksanaan dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.
2. Dualisme Ekologis
Clifford Geertz tahun 1963 mengenalkan konsep ini, menggambarkan pola-pola sosial dan ekonomi yang membentuk keseimbangan internal.
3. Dualisme Teknologi
Benjamin Higgins ( 1956 ) mempertanyakan kesahihan dan observasi yang lebih khusus kegunaan kerangka analisis ekonomi barat yang dikemukakan oleh Boeke. Sedangkan Higgins menemukan bahwa asal mula dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor tradisional.
4. Dualisme Finansial
Hla Myint ( 1967 ) meneruskan studi Higgins tentang peranan pasar modal dalam proses terjadinya dualisme. Pengertian dualisme finansia lmenunjukkan bahwa pasar uang dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompk yaitu pasar uang yang terorganisir dengan baik (organized money market)dan pasar uang yang tidakterorganisir (unorganized money market).
5. Dualisme Regional
Dualisme Regional ada dua jenis yaitu :
v Dualisme antar daerah perkotaan dan pedesaan.
v Dualisme antar pusat negara, pusat industri dan perdangangan dengan daerah daerah lainnya dalam negara tersebut.
Boeke menjelaskan teori dualisme ekonomi sebagai suatu kondisi dimana kedua sektor yaitu pertanian dan industri tumbuh bersamaan dan parallel. Tak ada satu sektor pun yang mendominasi sektor lain. dengan kata lain, baik sektor industri maupun pertanian tetap tumbuh bersamaan dalam berjalannya proses ekonomi. Dalam kerangka dualistik ini terdapat hipotesis bahwa aktivitas ekonomi disektor modern (barat) dipicu oleh kebutuhan ekonomis, sedangkan aktivitas ekonomi disektor tradisional (timur) hanya dipicu oleh kebutuhan sosial yang hanya memenuhi kebutuhan subsisten.
Boeke mengelompokkan dualisme ekonomi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Firm Type Economy ( Modern Economy )
a. Produk distandardisasikan
b. Harga pas, tidak bisa ditawar
c. Persaingan muncul antara penjual dengan penjual
2. Bazar Type Economy ( Traditional Economy )
a. Tak ada produk yang standar
b. Harga tergantung atau bisa ditawar
c. Persaingan muncul antara penjual dan pembeli
Awal dari sistem ekonomi dualistis di Indonesia bisa kita runutkan setelah Hindia Belanda menguasai kembali Indonesia dari kekuasaan Raffles, pemerintah Belanda menyadari bahwa sangatlah kecil penghasilan yang akan diperolehnya dari sistem liberal yang diperkenalkan Raffles. Maka diusahakanlah suatu metode baru dalam manajemen ekonomi. Dalam sistem liberal, pemerintah memperkirakan kesulitan yang dihadapinya untuk memperoleh kembali dominasinya di laut, mengingat posisi Inggris yang telah menguasai perdagangan dan bisnis perkapalan di daerah itu. Di pihak lain pemerintah juga menghadapi masalah pelik yang telah lama ada: lemahnya golongan swasta dalam menyediakan modal yang cukup untuk mengeksploitasi Jawa secara efisien. Untuk menghadapi situasi ini, maka suatu tradisi tua dari pernerintah Belanda dalam menangani daerah-daerah koloni–yaitu staatsbedrijf atau perusahaan negara–dibangkitkan lagi. N.H.M (Nederlandsche Handel Maatschappij) yang bertindak sebagai agen impor-ekspor untuk pemerintah Belanda di seluruh dunia, khususnya di Hindia Belanda, dan Javasche Bank untuk mengurus masalah-masalah finansialnya, adalah manifestasi dari dibangkitkannya sistem itu. Dasar-dasar institutional dan organisasi dari kebijaksanaan ekonomi adalah diperkenalkannya sistem tanam paksa (cultuurstelsel), yang dilaksanakan sampai tahun 1879-an. Dengan dibentuknya NHM, negara mencapai monopoli penuh dalam perdagangan, sedangkan Javasche Bank menangani masalah keuangan negara dan NHM. Dengan bantuan dari para bupati dan kepala desa, negara telah memberikan aparat organisasi demi menjamin mengalirnya produksi pertanian dari kaum tani Jawa. Demikianlah, maka pulau Jawa telah berubah menjadi perkebunan perusahaan negara yang sangat besar. Karena negara ragu-ragu memberi izin kaum swasta masuk dalam proses produksi, maka peranan mereka masih terbatas dalam bidang pengolahan hasil produksi. Dalam sistem ini bidang usaha perusahaan-perusahaan swasta masih terbatas pada pengolahan. Modal tidak dimasukkan secara besar-besaran, tetapi kebutuhan akan modal yang tidak begitu besar diberikan oleh negara. Lebih-lebih, kaum pengusaha swasta bebas hanya merupakan sisa dari zaman Raffles.
Perkembangan kapitalisme di Jawa bukanlah akibat adanya gerakan dari dalam seperti di Eropa, melainkan akibat dorongan luar melalui pemasukan modal, keahlian, dan organisasi dari system kapitalis yang sudah berkembang di negeri Belanda. Boeke menamakannya “kapitalisme kolonial”, dengan ciri utamanya, adalah: modal datang dari luar dan mencari penggunaan yang menguntungkan di negeri jajahan, terutama untuk modal permulaan dari suatu usaha dan kemudian berkembang sebagai pinjaman kepada pemerintah. Modal telah memasuki ekonomi Hindia Belanda semakin dalam. Namun pola penanamannya masih tetap, terbatas secara eksklusif pada industri pertanian dan pertambangan besar, dan struktur ekonomi dualistis yang tidak seimbang, yang telah berkembang sejak zaman tanam paksa, tidak berubah. P.erubahan-perubahan dalam struktur organisasi dan lembaga keuangan hanya mempengaruhi sektor ekspor dan enklafe saja: sisi Belanda dalam struktur ekonomi dualistis. Ekonomi kaum pribumi tidak berubah, kecuali di Jawa di mana perkebunan gula berdampingan secara simbiotis dengan pertanian padi basah, sehingga terjadi suatu proses yang oleh Geertz disebut “involusi pertanian”. Dalam periode ini perubahan struktural sektor ekspor mulai mempengaruhi daerah luar Jawa, Sumatera dan Kalimantan, tetapi tidak seperti yang terjadi di Jawa: yaitu terkonsentrasi dalam sektor enklafe dan terbatas pada daerah padat modal di sekitar produksi barang-barang mentah seperti karet, timah dan minyak. Perbedaan efek ini menciptakan suatu dikotomi struktural dengan implikasi politik dan ekonomi yang dalam sampai pada masa pasca-kolonial. Setelah jatuhnya harga gula dalam depresi tahun 1929, pusat kegiatan ekspor beralih dari Jawa ke Sumatera dan Kalimantan, yang telah mengintegrasikan pulau-pulau tersebut lebih jauh ke dalam pasaran internasional. Dengan demikian, struktur ekonomi dualistis menampilkan dimensi baru (ketidakseimbangan daerah) yang bertahan semakin dalam sampai perang dunia kedua menyapu pulau-pulau Hindia Belanda.
Kemajuan yang telah dicapai dalam industri gula dan perusahaan pertanian lain menciptakan golongan borjuis Eropa yang tersaing dan tertutup. Sebagai golongan perantara dan peminjam uang di bawah sistem liberal Raffles, golongan Cina telah menikmati pengaruh besar yang menyaingi kekuasaan para bupati. Di bawah tanam paksa, golongan ini menjadi lemah, karena posisi bupati diperkuat lagi. Namun karena sistem ini terus menerus membutuhkan kontraktor, van den Bosch terpaksa memberika nkesempatan kepada golongan Cina untuk memperkuat ekonominya kembali. Ditambah lagi dengan kemajuan kegiatan impor dan perdagangan eceran, bukan hanya telah membawa kemajuan golongan Cina dalam jumlah, tetapi juga kekayaan dan pengaruh.Pelaksanaan tanam paksa telah membawa perekonomian Hindia Belanda lebih dekat pada ekonomi pertukaran dan lebih terintegrasikan pada pasaran dunia. Ini bisa dilihat pada pertambahan uang yang beredar di Jawa, jumlah pekerja upahan bebas dan semakin bebasnya modal masuk ke desa, pembangunan prasarana-prasarana seperti jalan dan sistem irigasi. Implikasi dalam negeri dari pengintegrasian ekonomi Hindia Belanda ini adalah terciptanya struktur yang tidak seimbang dan dualistis. Dalam sektor enklafe atau ekspor, negara mengatur harga dan tingkat upah, mengontrol produksi dan menentukan proses produksi. Dalam sektor domestik, adalah unit-unit pertanian tingkat subsisten atau rumahtangga, sedikit industri rumah-tangga dan perdagangan kecil-kecilan. Melalui sektor ekspor, fluktuasi harga hasil bumi di pasar dunia melancarkan pengaruhnya ke dalam perekonomian Hindia Belanda. Gula, nila (indigo), kopi, tembakau dan beberapa hasil bumi lainnya membutuhkan tanah dan buruh, dua faktor produksi yang ditarik dari sektor domestik. Dengan demikian perluasan atau penciutan sektor ekspor secara cepat dan menyolok, mempengaruhi sektor domestik. Dalam perkebunan produksi ekspor, di mana sektor ekspor dan domestik berdiri bersama dalam hubungan mutualistis, pemerintah dan pemilik pabrik gula memiliki suatu kepentingan untuk mempertahankan laju aliran buruh-buruh murah dan perolehan tanah. Dalam perkebunan yang relatif tidak besar seperti kopi, ketergantungan pada tanah dan buruh, terciptalah sektor enklafe. Dengan demikian negara meletakkan dasar terciptanya struktur dualistis dalam perekonomian Hindia Belanda, di mana sektor ekspor dan enklafe telah menjadi cabang perekonomian Belanda.
Perkembangan dualisme ekonomi ini tidak pernah memberikan dampak yang mendorong sebuah perubahan bagi masyarakat pribumi, karena dualisme ekonomi dalam industrialisasi perkebunan gula tidak banyak menyentuh seluruh sendi-sendi masyarakat pribumi. Masyarakat pribumi hanya dijadikan kuli dan paling beruntung menjadi mandor.